Edannya Mertuaku

cerita panas terbaru
Namaku Roni, usia 30 tahun. Aku menikahi Niken, istriku dua tahun lalu dan kini Niken sedang hamil tua.
Niken adalah anak tertua dari dua bersudara, usianya kini 25 tahun. Karena kehamilan ini adalah yang pertama, maka Niken sengaja pindah ke rumah ibunya untuk mendapatkan bimbingan dan bantuan pada saat persalinannya kelak.
Ibunya Niken alias ibu mertuaku bernama Sulastri, usianya baru 46 tahun. Mama Lastri, begitu aku memanggilnya adalah korban poligami. Bapak mertuaku menikahi sekretarisnya yang berusia jauh lebih muda sekitar lima tahun yang lalu. Padahal menurutku Mama Lastri masih sangat cantik dan menarik. Terutama body montoknya yang masih kencang, tak kalah dengan Niken, istriku.
Sejak aku pacaran dengan Niken, aku sudah sering memperhatikan Mama Lastri yang menurutku lebih montok dibandingkan Niken. Salah satu keunggulan Mama Lastri adalah pantatnya yang bulat dan besar. Sementara buah dadanya mungkin sama dengan Niken istriku yang berukuran 36B.
Satu kebiasaan Mama Lastri di dalam rumah yang membuatku sering berdebar-debar adalah kebiasaannya yang hanya mengenakan handuk seusai mandi. Dia tidak pernah membawa pakaian ke dalam kamar mandi. Pakaian kotornya ditanggalkan di kamar tidur, pergi ke kamar mandi dengan lilitan handuk, kemudian setelah mandi kembali ke kamar dengan badan yang dililit handuk juga.
Aku sudah sering mendapati Mama Lastri dengan lilitan handuk dan selalu saja mencuri pandang ke arah dadanya yang tidak tertutup sempurna dan sebagian pahanya yang mulus dan montok. Selain itu ibu mertuaku juga tidak pelit dalam berbagi pemandangan indah selangkangannya. Kalau sedang duduk nonton TV, beliau cuek saja kalau kedua pahanya terbuka dan memperlihatkan kemulusan paha serta sebagian celana dalamnya.
Pada intinya, aku sangat senang menginap di rumah mertuaku, termasuk pada saat istriku menanti saat kelahirannya.
Tidak sampai menginap seminggu, istriku sudah siap untuk melahirkan. Aku dan Mama Lastri segera membawa Niken ke RS, menunggu beberapa jam sebelum Niken diputuskan untuk operasi Cesar.
Usai operasi, Niken diputuskan harus rawat inap tiga malam, Mama Lastri tentu saja minta diantar pulang. Aku mempunyai kesempatan mengantar ibu mertuaku saat banyak kerabat berkunjung ke kamar rawat inap Niken. Sepanjang perjalanan, Mama Lastri asyik menelpon seseorang dan suaranya terdengar begitu manja, aku menduga dia menelpon suaminya. Salah satu percakapannya dia meminta orang itu datang ke rumah.
Sampai di rumah sudah pukul 7 malam, mertuaku langsung mandi, maklum hampir 12 jam berada di RS. Aku mendapatkan kesempatan lagi memandang tubuh montoknya dibalut handuk. Entah mengapa malam itu wajah Mama Lastri begitu riang, mungkin karena menunggu orang yang ditelponnya itu. Saking riang suasana hatinya, dia tak menutup pintu kamar saat kembali dari kamar mandi. Aku yang berada di dalam kamar seberangnya tentu saja dengan mudah melihat ke dalam kamarnya.
Aku meneguk ludah dan langsung terangsang melihat ibu mertuaku menjatuhkan handuk yang membalut tubuh bugilnya yang montok. Posisinya membalakangiku, sehingga yang tampak adalah bongkahan pantatnya yang besar, namun masih kencang.
Mama Lastri meneruskan ritual mengenakan baju tanpa menyadari bahwa aku memandanginya dari belakang. Mulai dari mengenakan celana dalam, beha sampai dengan berpakaian lengkap. Peristiwa itu membuat kepalaku langsung pening, birahiku yang memuncak seperti berkumpul di kepala. Namun karena aku harus kembali ke RS, maka aku berusaha melupakannya.
Saat aku hendak masuk ke mobil, seorang lelaki seusiaku masuk ke pagar rumah dan berkata padaku ingin bertemu dengan Mama Lastri. Aku baru pertama kali bertemu dengan pria itu dan kemudian masuk ke dalam rumah untuk memberi tahu Mama Lastri. Ibu mertuaku itu tampak sangat senang, dia berhambur keluar dan mempersilahkan tamunya masuk, sementara aku pamit untuk pergi ke RS.
Sampai di RS, masih banyak kerabat yang datang berkunjung dan mengucapkan selamat pada isteriku. Entah mengapa, aku lupa membawa perlengkapan kosmetik istriku, sehingga ia menyuruhku kembali ke rumah untuk mengambilnya. Dengan berat hati terpaksa aku meluncurkan mobil kembali ke rumah.
Karena berniat hanya sebentar, aku memarkir mobil di luar pagar rumah. Sepatu pria yang menjadi tamu ibu mertuaku masih di depan pintu rumah. Suara TV yang menyala membuat suaraku membuka pintu mungkin tidak terdengar oleh Mama Lastri.
Aku mulai curiga ketika tidak mendapatkan Mama Lastri maupun tamunya di ruang tamu maupun di ruang TV. Dengan penuh penasaran dan suara pelan, aku mendekati kamar Mama Lastri.
Pintu kamar Mama Lastri tidak tertutup rapat, dan seperti dugaanku, aku mendengar lenguhan dan jeritan Mama Lastri.
“Engh…. entot terus Tante ya…. Okh… ya… begitu”, terdengar jelas erangan erotis Mama Lastri. Aku sudah 100% yakin bahwa Mama Lastri sedang digarap oleh pria muda tadi.
Tiba-tiba muncul ide gilaku. Kalau aku menangkap basah Mama Lastri mesum dengan pria tak dikenal, maka aku akan memiliki kartu As ibu mertuaku yang bisa kugunakan untuk meminta jatah juga darinya.
Maka tanpa keraguan lagi, aku membuka pintu kamar dengan tiba-tiba.
“Mama… mama sedang apa?” teriakku. Kehadiranku yang tiba-tiba membuat dua insan telanjang yang sedang ML itu terhenyak kaget. Sang pria terlompat dari posisinya yang sedang mengocok vagina Mama Lastri. Sementara Mama Lastri yang sedang mengangkang dengan refleks menutup selangkangannya yang baru saja digarap oleh sang pria muda.
“Oh… Roni… kenapa kamu balik lagi?” tanya Mama Lastri gugup. Sang pria yang juga gugup itu langsung menyambar pakaiannya dan lari keluar kamar, sehingga tinggal aku dan Mama Lastri di dalam kamar.
Menyadari tinggal berdua, dengan nakal aku menatap tubuh telanjang ibu mertuaku yang belum sejam yang lalu aku intip itu.
“Mama… Mama montok sekali..”, pujiku jujur ketika memandang buah dadanya yang besar dan masih kencang. Puting susunya yang besar dan berwarna coklat mengacung di tengahnya.
“Roni… kamu…” Mama Lastri tampak kaget menyadari kalau aku terpesona oleh tubuh telanjangnya.
Menyadari situasi tidak seburuk yang dia duga, Mama Lastri tersenyum manis. Kedua paha yang tadinya dia himpit untuk menutupi selangkangannya, dengan perlahan dia buka.
“wow…”, seruku penuh nafsu melihat bukit selangkangan Mama Lastri yang montok dengan jembut yang hanya disisakan di bagian atas, sementara bagian lainnya dicukur habis. Vaginanya yang basah dan berkilat sudah agak menganga, maklum barusan habis digarap.
“Hmmm…. Kamu nakal juga ya Ron…”, seru ibu mertuaku senang melihat tingkahku.
“He3x… mama lebih nakal pastinya…” balasku.
“Eh… Mama kan masih muda, masih butuh dong…”, Mama Lastri memberi alasan,”Kalau kamu mau, boleh juga kok, hi3x…, tapi jangan sampai Niken tahu”.
“Benar nih Mama? Emang Memek Mama masih legit?”, candaku.
“Kurang ajar kamu, kalau kamu sudah ngerasin pasti ketagihan, he3x…”, seru Mama Lastri manja.
“Kamu tunggu sebentar di sini, buka tuh celana kamu, Mama pingin lihat kontolmu”, serunya jorok sambil bangkit dari tempat tidur dan hendak berjalan keluar kamar. Aku menyempatkan meremas pantat besarnya.
“Ih… nakal!”, jerit Mama Lastri ketika pantatnya kuremas. Dia berjalan ke luar kamar dengan telanjang bulat dan memanggil-manggil pria tadi yang ternyata bernama Farhan. Sementara aku menuruti perintahnya membuka celanaku sehingga penisku yang sudah mengeras mengacung penuh birahi.
Sekitar 5 menit tak ada lagi suara memanggil dari Mama Lastri, tapi wanita itu tidak segera muncul di kamar, justru kemudian terdengar Mama Lastri memanggilku.
“Roni…. Sini kamu…”, panggil Mama Lastri dari ruang tengah.
Sial, aku yang masih canggung memakai kembali celanaku meskipun tidak aku kancingkan. Aku berjalan menuju ruang tengah dan mendapatkan ibu mertuaku dalam posisi duduk mengangkang di sofa tengah digarap oleh si Farhan itu. Aku terpaku sejenak, bingung bercampur kecewa.
“Eh, kenapa bengong?, kan Mama suruh kamu buka celana, okh…” seru Mama Lastri sambil menikmati kocokan Farhan di vaginanya,”Sini… mana kontolmu, biar Mama emut…”
“Tapi Mama…”, kataku canggung dengan kehadiran Farhan yang sedang asyik menikmati vagina Mama Lastri.
“Sudah… sini… biarin Farhan menyelesaikan PR-nya, gara-gara kamu tadi bikin kaget, dia belum selesai,” katanya enteng sambil menarik celanaku. Aku yang sudah terlanjur birahi tak berdaya menolak ajakan Mama Lastri yang memeloroti celanaku dan menggenggam penisku bagai seorang penyanyi yang sedang menggenggam mikrofon. Sejenak kemudian ibu mertuaku dengan sangat bernafsu mengoral penisku sambil terus menikmati kocokan farhan di vaginanya.
Edan, tak pernah terlintas sedikitpun dalam pikiranku mengenai perilaku seks ibu mertuaku ini. Meskipun aku sadar ada kebinalan dalam dirinya, namun aku tak sampai berpikir bahwa dia akan melakukan gang bang seperti ini. Aku yang tadinya agak sungkan, lama-kelamaan akhirnya larut dalam birahi yang diciptakan oleh perilaku seks Mama Lastri yang agak menyimpang itu.
“Kamu jangan bengong dong Ron, remas nih tetek Mama, pilin-pilin putingnya”, mama Lastri memerintahku. Bagaikan budak seksnya, aku menuruti perintah itu, tentu dengan suka cita.
“Kamu juga Farhan, pake tanganmu untuk pijat-pijat itilku”, kini giliran Farhan yang kena perintah.
Kami menjadi dua orang pria muda menjadi budak seks sorang perempuan setengah baya. Aku asyik meremas-remas buah dada montok Mama Lastri dan memilin-milin putting susunya yang besar, sementara itu Farhan asyik mengocok vagina sambil mengusap dan memijat klitoris Mama Lastri.
Mama Lastri, sang “nyonya besar” begitu menikmati permainan gang bang itu, wajahnya sangat mesum dan melenguh keenakan, sampai akhirnya sang nyonya besar tak mampu menahan desakan orgasmenya.
“Okhh…. Yess…. Yess…. Kocok yang keras Farhan…. Ayooo…” Mama Lastri menjerit sambil melejat-lejat keenakan,”Kamu juga Ron… tarik putingku”
Farhan mengocok vagina Mama Lastri dengan irama cepat, sementara aku menarik putting susunya yang sudah mengeras, semuanya dilakukan demi memberikan sensasi orgasme yang dahsyat buat sang nyonya besar yang begitu senang mendapatkannya.
Aku sangat beruntung, Farhan tak sempat orgasme ketika Mama Lastri sudah selesai dengan orgasme spektakulernya. Vagina ibu mertuaku, meskipun mungkin sudah agak longgar akibat serangan Farhan, namun setidaknya belum dibasahi oleh spermanya. Masih ada peluang untukku menikmati liang kenikmatan Mama Lastri yang pernah melahirkan istriku itu.
Mama Lastri hanya istirahat sebentar sebelum menyuruhku tiduran di atas sofa.
“Ayo, giliran kamu Ron, menikmati memek Mama”, ajaknya,”Pasti kamu sudah ngiler kan sama memek Mama?, ditanggung kamu kecanduan, he3x….”.
“Tapi saya maunya doggy style Ma, biar sambil meremas pantat Mama”, pintaku.
“Heh… kamu suka pantat Mama ya?, he3x….”, Mama Lastri tertawa bangga,”kalau kamu suka, boleh kok doggy style, tapi ada syaratnya”
“Iya Ma… saya suka pantat Mama yang besar, apa syaratnya?”, tanyaku.
“Jilatin dulu memek Mama, nih…”, dengan santainya Mama Lastri menyodorkan selangkangannya padaku yang terlentang di atas sofa. Vagina ibu mertuaku terpampang dihadapanku. Vagina merah itu sudah merekah dan basah, maklum habis dihajar penis Farhan dan barusan sudah meraih orgasmenya. Namun dengan semangat membara, aku menjilati vagina itu, tak peduli kalau vagina itu sudah bekas pakai. Mama Lastri sangat senang dengan kepatuhan dan gairahku itu.
“Nah… gitu…. Enak…. Hmmm… kan sekarang Mama jadi terangsang lagi”, ujarnya sambil melenguh keenakan,”jangan cuma dijilat, hisap tuh itil Mama… okhh…. Yaa… ”.
“Eh… kamu jangan bengong farhan, sini kontolmu, saya hisap, supaya keluar tuh peju kamu yang sudah di ujung…, he3x…”, sambil menikmati oralku, Mama Lastri juga mengoral penis Farhan.
Edan… ibu mertuaku itu begitu lihai mempermainkan kami berdua. Tak lama kemudian aku lihat Farhan berteriak mau keluar dan kemudian spermanya meleleh dari mulut Mama Lastri, mengalir sampai buah dadanya. Mama Lastri menelan sebagian sperma yang masuk ke mulutnya dan mengusap sebagian lain yang masih tersisa di bibir, leher dan buah dadanya. Jorok sekali.
“Nah… sekarang giliran kamu Roni, ayo entot Mama seperti anjing, he3x…”, ajak Mama Lastri sambil mengubah posisinya menjadi nungging sambil berpegangan di sofa. Aku bangun dari sofa dan menghadap pantat besar nan montok yang kuimpikan itu.
“Plok…plok…”, aku menampar bongkahan pantat besar itu dengan gemas dan nafsu, kemudian meremasnya.
“Ehh… nakal kamua ya… ayo masukin kontolmu… ,” pinta Mama Lastri,”Ada dua lubang di situ… silahkan kamu pilih yang mana, he3x….”.
“Saya pilih yang ini dong Ma…, blesss…..”, penisku menghujam vaginanya dari belakang.
“Okhhh… “, Mama Lastri menjerit merasakan penuhnya liang vagina oleh batang penisku.
Sejenak kemudian aku sudah asyik masyuk dengan vagina nikmat ibu mertuaku, mengocoknya sambil meremas panta besarnya. Entah bisikan dari mana, tiba-tiba liang anus yang terpampang diantara pantat besarnya begitu menantangku. Sumpah, dua tahun aku menikah, tidak pernah aku terangsang oleh anus isteriku. Tapi kini, anus ibu mertuaku tampak sangat seksi di mataku. Mungkin akibat kata-kata Mama Lastri sebelumnya yang menawarkan lubang itu, atau karena bentuknya yang jadi menarik karena diapit oleh bongkahan pantatnya yang besar dan montok, entahlah…
Dengan sedikit malu-malu aku menyentuh lubang anus itu dengan jariku sambil terus mengocok vagina.
“Woww…. Ya… itu juga enak Roni… kamu harus coba,” Mama Lastri sangat girang dengan sentuhanku pada anusnya. Edan… pikiranku langsung terbayang kalau ibu mertuaku ini juga suka melakukan anal sex. Benar-benar wanita jalang, pikirku.
“Saya belum pernah Ma, memang Mama pernah?” tanyaku investigatif.
“He3x… kuno sekali kamu…,” ejek Mama Lastri,”Sudah dua kontol yang pernah menjajal lubang itu dan semuanya langsung keenakan… he3x…”.
Edan… ternyata memang benar, ibu mertuaku ternyata hypersex dan penggemar fantasi seks yang aneh-aneh.
“Coba kamu ludahin anus Mama biar basah, terus kamu usap-usap… ayo…”, perintah Mama Lastri. Seperti perintah yang lain, aku menurutinya. Kuludahi anusnya yang berlubang sempit itu sehingga basah dan kemudian aku usap dengan jari.
“Nah… begitu… sekarang masukin jari kamu pelan-pelan…” pintanya lagi. Dengan canggung aku memasukkan jari telunjukku ke dalam liang itu, agak mudah karena sudah basah oleh air liurku. Lubang anus itu terasa sempit, namun elastis. Tiba-tiba Mama Lastri melakukan kontraksi liang anusnya dan… astaga… terasa olehku dinding-dinding liang anusnya menjepit jariku.
“He3x… gimana rasanya? Itu baru jari telunjuk sudah begitu rasanya, gimana kalu kontolmu? Mama berani taruhan kalau kamu langsung nyemprot, he3x…”
Eksperimen anal dan semua ucapan joroknya membuatku semakin bernafsu menghajar vaginanya. Sampai akhirnya aku tak kuasa menahan luapan birahiku. Spermaku tumpah di dalam rahimnya, rahim wanita yang pernah mengandung istriku.
“Okh… saya puas Ma….”, jeritku keenakan.
“He3x…. enak mana memek Mama sama memek Niken?” tanyanya bangga.
“Eh… enakan punya Mama..”, jawabku jujur.
“Kalau gitu, kapan Mama butuh, kamu siap ya…”, Mama Lastri meminta atau memerintahku, tidak ada bedanya. Tapi aku mengangguk setuju. Siapa yang tidak mau mengulanginya fantasi seks binal yang nikmat dengan ibu mertuaku yang seksi nan montok.
Setelah orgasme, aku pamit mau kembali ke RS, takut isteriku marah menungguku. Sementara Mama Lastri tampaknya masih lanjut dengan ronde berikutnya dengan Farhan. Sial… enak benar si Farhan.

TAMAT