Perkenalkan, namaku Aliah. Aku dikarunia wajah yang cantik (bukannya aku GR, tapi memang semua teman-temanku, keluargaku dan kenalanku juga mengakuinya). Kata temanku, wajahku mirip salah satu artis Indonesia. Apalagi waktu aku tersenyum, kata mereka sangat mirip. Padahal menurutku biasa saja. Apalagi aku tidak sukar diajak bergaul. Karenanya aku punya banyak teman.
Selain itu aku sangat rajin merawat tubuhku. Fitness, olahraga dan ke salon adalah rutinitasku. Karenanya aku tumbuh menjadi gadis yang energic dan sexy. Baju-baju ketat, semi-transparan dan tank top adalah ‘seragam’ku, sehingga kemolekan tubuhku semakin terpancar. Malah kalau di rumah aku tidak segan-segan untuk tampil sangat sexy. Toh untuk apa punya tubuh sexy kalau tidak ditunjukkan ke orang lain. Tapi aku masih punya batas-batas kewajaran.
Aku kuliah di salah satu perguruan tinggi di Bandung. Umurku belum genap 20 tahun. Aku sebenarnya asli Jakarta, tapi aku lebih memilih untuk kuliah di Bandung. Biar jauh dari orangtua. Dari sejak SMA aku sudah bercita-cita ingin kuliah jauh dari orangtua. Soalnya malas juga tinggal serumah dengan orangtua, yang sedikit-sedikit melarang ini itu.
Di Bandung, Papaku membelikanku sebuah rumah. Aku tinggal sendiri di sana bersama pembantuku dan anaknya yang masih kecil. Rumahku cukup besar dengan perabotan yang lengkap plus mobil BMW seri terbaru, maklumlah Papaku adalah seorang pengusaha yang cukup sukses. Itu tidak seberapa baginya. Itu adalah hadiahku karena lulus UMPTN.
Sore itu aku baru pulang kuliah. Capek sekali rasanya setelah seharian berkutat dengan kuliah. Bayangkan saja aku kuliah dari jam 7 pagi sampai jam 5 sore. Non stop. Karenanya aku merasa badanku lelah dan ingin istirahat. Untung besok libur (hari sabtu), jadi aku bisa memanfaatkan waktuku untuk istirahat.
Puh.. Aku mensandarkan tubuhku di sofa ruang tengah. Aku haus sekali, maka kuputuskan untuk memangil Bi Icah agar membuatkan minum untukku. Ups.. Ternyata aku lupa. Bi Icah dan anaknya sedang pulang kampung tadi pagi. Maklum sejak aku tinggal di Bandung mereka belum pernah pulang, jadi kuijinkan mereka pulang kampung. Ah.. Malas benar aku mengangkat pantatku dari sofa. Tapi rasa hausku mengalahkanku, maka dengan malas aku mengambil air dingin di dapur untuk menghilangkan rasa hausku.
Kemudian aku pergi ke kamar, kucoba untuk istirahat. Walau badanku capek sekali tapi aku tidak bisa memejamkan mata. Maka kuputuskan menyalakan komputerku mencoba mencari hiburan. Baru saja kunyalakan komputer, HP-ku berbunyi. Segera kuambil HP-ku dari tas. Di screen tertuliskan “CINTA”, maka segera kuangkat, karena itu adalah dari Alan, cowokku.
“Halo Sayang. Lagi ngapain? “Kata suara di seberang sana.
“Ada apa, Lan? Gue lagi sendiri nih di rumah. Gak lagi ngapa-ngapain” jawabku.
“Malam ini jalan yuk, say. Besok kan libur. Mau gak?”
“Aduh gue cape banget nih, Say. Malas keluar. Mending lo aja yang ke rumah. Lagian rumah sepi, Gak ada orang. Sekalian temanin gue. Mau gak?” Rengekku manja.
“Ya udah tunggu aja. 30 menit lagi gue ke sana. Dah Sayang..!” Katanya.
“Dah..”
Alan adalah cowok baruku. Orangnya ganteng da sangat perhatian terhadapku. Kami baru jadian sekitar 3 minggu yang lalu. Tapi dia sudah beberapa kali menikmati tubuhku. Yup.. Aku memang cewe yang liberal. Aku menyerahkan keperawananku sama mantanku sewaktu SMA dulu. Jadi bagiku sex bukan hal yang terlalu tabu. Tapi aku masih tahu tata krama. Aku gak sembarang tidur dengan cowo. Aku gak mau dicap cewek gampangan. Aku hanya mau ML sama orang yang benar-benar kucintai. Ya.. Seperti Alan ini. Dia lumayan bisa memuaskanku. Hampir di setiap kesempatan kami selalu mereguk kenikmatan duniawi. Paling sering sih di kontrakannya, karena sepi. Sedangkan di rumahku belum pernah karena ada pembantuku. Malah tak jarang, ketika kami sudah sama-sama pengen ML kami membooking hotel untuk menuntaskan nafsu kami. Mengingat-ingat kejadian itu libidoku perlahan-lahan naik.
Maka segera kuganti bajuku. Aku ingin tampil sexy di depan Alan. Segera kugunakan celana pendek putih semi transparan yang ketat. Saking ketatnya terasa CD-ku tercetak di sana. Pantatku yang bulat sekal terlihat indah menonjol. Kemudian kugunakan tanktop putih ketat juga. Aku bercermin, lumayan sexy juga, batinku. Payudaraku yang lumayan besar tercetak di bajuku. Malah karena saking kecilnya bajuku itu, jika aku bergerak-gerak dadaku juga terayun kesana kemari. Aku senang sekali melihatnya. Pasti Alan suka melihatnya. Aku tak sabar ingin cepat-cepat berjumpa dengannya.
Beberapa saat kemudian kudengar suara klakson berbunyi. Itu pasti Alan. Aku, bercermin sebentar memastikan penampilanku lalu membuka pintu. Benar saja, mobil Alan sudah ada di depan gerbang rumahku yang masih terkunci. Aku berlari-lari menuju gerbang untuk membuka pintu pagar rumahku, hal itu otomatis membuat dadaku terayun kesana-kemari. Alan pasti melihatnya dengan jelas karena jarak yang tidak terlalu jauh. Dadaku bergerak-gerak dengan bebasnya. Setelah kubuka gerbang, perlahan-lahan mobilnya masuk ke garasiku. Segera kututup gerbang kembali dan aku menghampirinya yang baru keluar dari mobil.
“Halo Sayang..” katanya. Dipamerkannya senyum manisnya. Kacamata coklat yang dipakainya menambah kesan macho-nya.
“Halo juga. Silahkan masuk, Say” kataku mempersilakannya masuk ke rumah.
Dia mengikutiku dari belakang. Aku bisa pastikan matanya tidak akan lepas dari pantatku yang bergoyang kesana-kemari dengan indahnya. Kemudian aku menutup pintu rumah dan menguncinya. Baru aku membalikkan tubuhku, Alan sudah berdiri di depanku dengan senyum indahnya.
“Kamu sexy sekali hari ini, Sayang” katanya sambil mendekatkan bibirnya ke mulutku. Segera kusambut bibirnya dan kami melakukan french kiss.
“Terima kasih” jawabku sambil kembali menciumnya, kali ini ciuman kami makin dahsyat. Sambil menciumi bibirku, tangannya perlahan-lahan menjamah dadaku. Aku semakin ganas membalasnya. Ketika tangannya mulai menyusup ke dalam tank topku, segera kuhentikan.
“Sabar dulu dong, Say. Ga sabaran amat” ucapku sambil menjauhkan tubuhku darinya.
“Mending duduk dulu, aku buatkan minum ya?”, lanjutku lagi.
Aku sengaja menahan kenikmatan tadi, padahal sebenarnya aku juga sudah ingin sekali. Dia hanya mengangguk lalu pergi menuju sofa. Segera kubuatkan minum dan memberikanya kepadanya. Softdrink yang kusuguhkan langsung dihabiskannya. Kemudian matanya menatapku. Aku tahu maksudnya. Maka aku pindah ke sebelahnya, lalu diciumnya bibirku. Aku hanya bisa memejamkan mata menikmati bibir lembutnya. Kemudian dia peluk aku dan tangannya mulai meremas-remas dadaku. Aku mulai merem-melek sambil memutar badanku.
Sekarang aku duduk di paha Alan berhadap-hadapan. Kembali kami berciuman dengan penuh gairah. Lidah kami saling beradu. Perlahan bibirnya turun ke pipiku lalu ke leherku. Diciumnya leherku. Lidahnya menari-nari dari ujung leherku ke ujung yang satunya lagi. Hal itu membuatku seperti cacing kepanasan saking nikmatnya. Tangannya tidak tinggal diam. Diremas-remasnya dadaku yang mulai mengeras. Tangannya sungguh lihai meremas-remas payudaraku sehingga membuatku makin menggelinjang. Aku tak tahan hingga kembali kulumat bibirnya. Lidahku beradu dengan lidahnya lagi. Aku sudah tidak tahu kapan pertama kali aku semahir ini melakukan ciuman. Alan mulai menyusupkan tangannya ke balik tank topku dan mencari pegangannya, dadaku. Gesekan tangannya langsung di permukaan kulit dadaku hingga sungguh kenikmatannya tiada tara.
“Ehh.. Eh..” rintihku. Sejenak dihentikannya aktivitasnya karena menyadari sesuatu sambil bertanya..
“kamu ga pakai bra ya, Say?” aku hanya tersenyum lalu kembali melumat bibirnya.
Dia juga semakin ganas meladeni ciumanku. Tangannya makin keras meremas-remas dadaku. Memelintir dari atas ke bawah dan sebaliknya. Kurasakan penisnya mulai menegang di bawah sana. Kemudian dia menghentikan remasan dan ciumannya, lalu mulai melepas tank topku. Aku membantunya melepaskan penutup dadaku itu melewati kepala. Maka segera dadaku yang tanpa penutup apa-apa lagi terpampang di hadapannya. Dadaku yang putih, bulat kencang dengan puting berwarna kemerah-merahan menjadi santapan matanya. Dia sangat kagum melihat payudaraku. Walaupun sudah sering melihat dadaku, bahkan menjilat, melumat dan menggigitnya, dia tetap saja menelan ludah menikmati pemandangan ini.
“Dadamu indah sekali, Sayang!’ ujarnya.
Kemudian didorongnya kepalanya di antara kedua gunungku, lalu lidahnya bergerak di sana. Aku meringis dan mendesis menikmati momen tersebut. Kemudian dia mulai mencium dadaku yang kanan, dilumatnya dengan penuh nafsu. Beberapa detik kemudian aku menjerit pelan karena aku merasakan gigitan pada puting kananku, dia dengan gemasnya menggigit dan mencupangi putingku itu sehingga meninggalkan jejak di sekitarnya.
“Hhmm.. indah sekali dadamu ini Say,” pujinya lagi sambil tangannya yang satu lagi mengelusi punggung dan leherku dan berakhir di dada kiriku.
Diremasnya dada kiriku yang sudah tegak berdiri tersebut. Remasan dan jilatannya silih berganti antara dada yang kanan dan yang kiri, sehingga menimbulkan sensasi kenikmatan yang tiada tara. Aku sampai melayang-layang dibuatnya. Puas meremas dadaku yang kiri, tangannya yang kanan mulai menurun hingga mencengkeram pantatku yang bulat dan padat. Aku hanya bisa mendesah nikmat. Kuremas-remas rambutnya mencoba mengimbangi desakan birahi ini. Untung rumahku sepi, kalau tidak mana mungkin aku bisa bercinta di sofa seperti ini.
Setelah puas menggerayangi dadaku, dia pun melepaskanku. Segera dibukanya bajunya, lalu dia membuka celana panjang beserta celana dalamnya sehingga penisnya yang dari tadi sudah sesak dalam celana dalamnya itu kini dapat berdiri dengan dengan tegak. Kemudian dia duduk di sofa dengan mengangkangkan kakinya. Matanya menatap mataku dengan penuh harap. Aku mengerti maksudnya. Dia ingin dioral tentunya. Sebenarnya aku kurang mahir melakukan oral sex, aku masih butuh belajar, tapi nafsu ingin saling memuaskan membuatku melakukannya. Maka perlahan-lahan aku duduk di lantai menghadap penisnya.
Batang Alan yang sudah tegang itu kini berada dalam genggamanku. Kukocok-kocok ke atas dan ke bawah. Nampaknya dia menikmati kocokanku. Tanganku yang halus naik turun di batangnya. Nampaknya dia sangat menikmati kocokanku di penisnya. Hal itu terbukti dengan matanya yang tertutup rapat. Aku menikmati ekspresinya yang keenakan itu.
“Uh.. Enak sekali Aliah.. Oh..”, desahnya.
“Masukkan dong Say, ke mulutmu” pintanya.
Tanpa diminta 2 kali aku menuruti kemauan orang yang kusayangi itu. Perlahan namun pasti, penisnya kuarahkan ke rongga mulutku. Penis itu kucium dan kujilat ujungnya dengan lembut bahkan sangat lembut sekali. Benda itu bergetar hebat diiringi desahan pemiliknya. Seponganku di batangnya kupadukan dengan sedikit kocokan. Alan pasti keenakan kuperlakukan seperti itu. Tapi aku akan membuatnya lebih keenakan. Lalu kubuka mulutku lebih lebar untuk memasukkan penis itu semuanya ke mulutku. Hhmm.. hampir sedikit lagi masuk seluruhnya, tapi nampaknya sudah mentok di tenggorokanku.
Dalam mulutku, penis itu kukulum dan kuhisap, kugerakkan lidahku memutar mengitari kepala penisnya. Hanya itu yang kulakukan tapi tampaknya dia sudah blingsatan. Padahal harus kuakui bahwa oral sexku belum apa-apa dibandingkan cerita teman-teman cewekku yang pernah melakukannya. Bahkan masih kalah jauh daripada BF yang pernah kutonton. Tapi aku tetap melanjutkannya. Toh Alan masih keenakan. Memang sih, Alan mengaku baru ML pertama kali denganku. Jadi dia belum bisa membandingkannya dengan yang lain.
Sesekali aku melirik ke atas melihat ekspresi wajahnya saat menikmati seponganku. Dia mengelus-elus rambutku dan mengelap dahinya yang sudah bercucuran keringat dengan sapu tangan. Alan nampaknya tidak mau cepat-cepat keluar, maka ditariknya kepalaku. Aku berdiri tegak di hadapannya yang masih bersandar di sofa. Segera kulepaskan celana pendek beserta CD-ku sekalian. Matanya nanar melihat ketelanjanganku. Aku seperti manusia yang baru lahir, polos. Kini aku sudah telanjang bulat di hadapannya. Aku lalu naik ke pangkuannya. Dengan senyum nakal aku meremas-remas dadanya yang bidang.
Lalu kubenamkan kembali wajahnya ke payudaraku hingga dia pun mulai menyusu di situ. Kali ini dia menjilati seluruh permukaannya hingga basah oleh liurnya lalu dikulum dan dihisap kuat-kuat. Tangannya di bawah sana juga tidak bisa diam, tangannya meremas-remas pantat dan pahaku. Dielus-elusnya paha putihku itu. Berbeda dengan pahaku yang dielusnya dengan lembut, pantatku justru diremasnya dengan keras. Gumpalan daging pinggulku menjadi bulan-bulanan tangannya.
Aku hanya mendesah-desah. Giginya yang putih menarik-narik puting susuku. Hal itu semakin membuatku merintih. Malah kini tangannya yang bercokol di pahaku mulai merambat semakin jauh. Aku tak kuasa untuk tidak merintih dan mendesah. Bongkahan pantatku diremas, dadaku dilumat dan sekarang tangannya yang kanan menggerayangi vaginaku dan menusuk-nusukkan jarinya di sana. Ohh.. nikmatnya, batinku.
Sebagai respons aku hanya bisa mendesah dan memeluknya erat-erat, darah dalam tubuhku semakin bergolak sehingga keringatku menetes-netes. Mulutnya kini merambat naik menjilati leher jenjangku, dia juga mengulum leherku dan mencupanginya. Cupangannya cukup keras sampai meninggalkan bercak merah. Akhirnya mulutnya bertemu dengan mulutku lagi dimana lidah kami saling beradu dengan liar. Sambil berciuman tanganku meraba-raba selangkangannya yang sudah mengeras itu.
“Lan.. Sekarang ya..”, pintaku memelas.
Aku sudah tidak tahan lagi ingin segera menuntaskan birahiku. Maka kuangkat pantatku sebentar dan mengarahkan vaginaku ke penisnya. Dia memegang penisnya siap menerima vaginaku. Sedikit demi sedikit aku merasakan ruang vaginaku terisi dan dengan beberapa hentakan masuklah batang itu seluruhnya ke dalam. Aku tak kuasa untuk tidak menjerit kala batang Alan membelah bibir vaginaku. Sama sepertiku, dia juga mendesah menyebut namaku saat penisnya amblas ditelan vaginaku.
“Oohh..!” desahku dengan tubuh menegang dan mencengkram bahu pacarku. Kurasakan liangku agak nyeri, tapi itu cuma sebentar karena selanjutnya yang terasa hanyalah nikmat.
Kemudian, secara perlahan-lahan aku menaikturunkan tubuhku di atas penisnya. Kupacu kejantanannya dengan goyanganku. Aku tiba-tiba menjadi gadis yang liar yang butuh kenikmatan. Kugoyang-goyangkan vaginaku di atas batangnya sambil sesekali membuat gerakan memutar. Vaginaku seperti diaduk-aduk. Aku sangat menikmati posisi ini, karena aku bisa mengendalikan permainan. Desahan-desahan nikmat menandai keluar masuknya batang Alan. Alan juga merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan. Matanya menatap wajahku yang kemerahan karena nikmat.
“Ahh.. Ahh..” desahku seiring dengan naik-turunnya tubuhku.
Dadaku yang sudah menegang maksimun terayun-ayun dengan indah di hadapannya. Alan juga mulai membantu menyodok-nyodok penisnya, sehingga kenikmatan yang kurasakan semakin bertambah. Tubuhku terlonjak-lonjak dan tertekuk menahan sensasi kenikmatan dunia. Hal itu membuat payudaraku semakin membusung ke arahnya. Kesempatan ini tidak disia-siakannya, dia langsung melumat dadaku yang kiri dengan mulutnya. Aku semakin menjerit keras. Dengusan nafasnya dan jilatannya membuatku merinding dan makin terbakar birahi.
Alan semakin menyerangku dengan meremas-remas dadaku yang kanan serta memilin-milin putingnya. Alan sungguh pintar menyerang titik sensitifku. Sepuluh menit lamanya kami berpacu dalam gaya demikian. Saling berlomba-lomba mencapai puncak. Sodokan-sodokannya semakin lama semakin cepat dan makin berirama. Mulutnya tak henti-henti mencupangi payudaraku yang mencuat di depan wajahnya, sesekali mulutnya juga mampir di pundak dan leherku. Sungguh kenikmatan yang sangat indah. Tangannya yang tadi lembut menggerayangi paha dan pantatku, sekarang cenderung kasar. Aku sudah sangat kecapaian dengan posisi tersebut sehinga goyanganku semakin lama semakin tidak bertenaga. Malah kini dia yang aktif menyodok-nyodok kejantanannya.
Menyadari hal tersebut, Alan minta ganti posisi. Ditariknya penisnya dari rongga kemaluanku. Ada perasaan kesal, tapi itu tidak berlangsung lama. Tubuhku dibalikkan telungkup di atas sofa. Lalu kakiku ditarik hingga terjuntai menyentuh lantai, hingga otomatis kini pantatku pun menungging ke arahnya. Dadaku yang dari tadi menjadi bulan-bulanannya menekan sofa karena aku telungkup. Alan sibuk memegang erat-erat kedua pahaku.
“Siap-siap ya Say!” ujarnya.
Aku hanya bisa menganggukkan kepala menunggu kenikmatan selanjutnya dengan posisi doggy style. Alan pernah bercerita bahwa posisi ini sangat disukainya, karena dia yang mengambil kendali dan bebas meremas-remas semua bagian tubuhku, bahkan anusku. Sebelum menusuk vaginaku, dia terlebih dahulu mencium punggungku. Seluruh tubuhku kembali bergetar, seakan terlempar ke-awang-awang. Sendi-sendiku bergetar menunggu penisnya menembus kemaluanku. Posisi ini membuat kegatalan birahiku semakin tak terhingga, hingga membuat aku menggeliat-geliat tak tertahankan.
“Alan.. Buruan..!” rengekku sudah tidak tahan lagi. Alan mematuhiku. Sambil meremas pantatku dia mendorongkan penisnya ke vaginaku.
“Ohh.. Ngghh..!” desisku saat penis yang keras itu membelah bibir kemaluanku.
Penisnya dengan perlahan dan lembut mengaduk-aduk vaginaku. Kontan aku menjerit-jerit keras. Dalam posisi seperti ini sodokannya terasa semakin keras dan dalam, badanku pun ikut tergoncang hebat, payudaraku serasa tertekan dan bergesekan dengan sofa. Hal itu justru menimbulkan kenikmatan tersendiri, apalagi sofaku terbuat dari kulit sehingga gesekan di dadaku terasa sedikit kasar namun nikmat.
“Ah.. Euh.. Ah.. Aw..” aku cuma bisa mendesah setiap kali dia menyodokkan penisnya ke vaginaku.
Alan menggenjotku semakin cepat. Vaginaku dihunjam penisnya yang sekeras batu itu. Otot-otot kemaluanku serasa berkontraksi semakin cepat memijati miliknya. Dengusan nafasnya bercampur dengan desahanku memenuhi ruang tengahku. Mulutku megap-megap dan mataku terpejam. Beberapa menit kemudian dia menarik tubuh kami mundur selangkah sehingga payudaraku yang tadinya menempel di sofa kini menggantung bebas. Kemudian dilanjutkanya kocokannya. Payudaraku terayun ayun ke depan dan ke belakang. Terkadang dadaku menyentuh sandaran bawah sofa sehingga menimbulkan rasa sakit. Tapi rasa sakit tersebut tertutupi kenikmatan yang menjalar ke seluruh aliran darahku.
Sambil berpacu dalam gaya doggy ini, tangannya kini tidak tinggal diam. Dia mulai menggerayangi payudaraku yang semakin ranum karena aku menungging. Ditariknya-tariknya benda kenyal itu sesuka hatinya. Aku merem-melek menikmati tangannya bergerilya dari dadaku yang kanan ke dadaku yang kiri. Aku menjerit kegelian saat dia mengocok vaginaku dengan cepat dan keras, tapi dia meremas dadaku dengan lembut sekali dan sesekali memelintir-melintir putingnya.
Tubuhku kembali menggelinjang dahsyat, pandanganku serasa berkunang-kunang. Gesekan-gesekan di liang kewanitaanku serta remasanremasan di dadaku membuat pertahananku sebentar lagi akan jebol. Pandanganku kabur dan kurasakan kesadaranku hilang. Akhirnya aku pun tak bisa lagi menahan orgasmeku. Mengetahui bahwa aku akan segera keluar, dia semakin bergairah, tubuhku ditekan-tekannya sehingga penisnya menusuk lebih dalam, tangannya pun semakin kasar meremas payudaraku.
“Aahhkk..!” jeritku bersamaan dengan mengucurnya cairan cintaku.
Kugenggam erat karpet ruang tamu merasakan detik-detik orgasmeku. Aku menggigit bibir merasakan gelombang dahsyat itu melanda tubuhku. Aku merasakan cairan cinta yang mengalir hangat pada selangkanganku. Tapi itu belum berakhir, karena Alan masih terus mengocokku sehingga orgasmeku semakin panjang. Alan juga nampaknya akan segera orgasme. Hal itu tampak dari gayanya yang khas jika akan orgasme.
“Aku mau keluar, aku mau keluar..” Alan membisikkannya sambil ngos-ngosan dan masih terus mengocokku.
“Jangan di.. Jangan di dalam. Ah.. Ah.. Oh.. Aku.. Aku lagi.. Subur.”
Aku cuma bisa berbicara begitu, setidaknya aku bermaksud berbicara begitu karena aku tidak tahu apakah suaraku keluar atau tidak, pokoknya aku sudah berusaha, itu juga sudah aku paksa-paksakan. Aku tidak tahu apakah dia mengerti apa yang aku bicarakan, tapi yang jelas dia masih terus mengocokku.
Beberapa detik kemudian, dia mencabut penisnya, kakiku langsung ambruk ke lantai. Alan yang menyodokku dari belakang akhirnya klimaks. Dia mengeluarkan penisnya dan menyiramkan isinya di punggung dan pantatku. Air maninya membasahi tubuhku bagian belakang. Tidak terlalu banyak spermanya, tapi sangat lengket kurasakan di tubuhku. Kemudian dia ambruk menindihku. Kurasakan penisnya yang menindih pantatku mulai mengecil.
“Terimakasih, Sayang” ucapnya sambil mengecup leherku. Aku hanya terpejam menikmati sisa-sisa kenikmatan barusan.
Akhirnya malam itu Alan menginap di rumahku. Sudah bisa ditebak kami akan mereguk kenikmatan sepanjang malam sampai besok paginya karena libur.
Sesudah percintaan di ruang tamu tadi, Alan menikmati tubuhku lagi di kamar mandi. Aku yang sedang mandi dikejutkan akan kehadirannya di depan pintu. Walau masih lemas, aku terpaksa meladeninya. Aku hanya diam di lantai kamar mandi sedangkan dia yang aktif menyodokku. Malah yang seru adalah ketika sehabis makan malam di luar. Kami kembali ke rumah dan langsung ke kamarku. Aku yang sudah bersiap-siap tidur diajaknya menonton BF di komputerku.
Adegan-adegan mesum di layar monitor membuat libidoku cepat naik. Aku mencoba memancing gairah Alan, tapi dia menolak untuk menyetubuhiku. Aku bingung dibuatnya, tidak biasanya dia menolak seperti itu. Selama ini justru aku yang sering menolak bersenggama dengannya. Saat itu, katanya dia mau ML tetapi ada syaratnya. Dia memintaku untuk menari-nari seperti penari telanjang. Aku sih OK saja, berhubung dia adalah pacarku dan nafsuku ingin segera dituntaskan, maka aku menuruti kemauannya.
Bak seorang stripteaser professional, aku take action di hadapannya. Dia sangat bernafsu sekali menikmati pemandangan langka tersebut. Baru setelah itu dia mengocokku. Kali ini tanpa basi-basi langsung ditusuknya penisnya ke liangku yang sudah sangat basah itu. Kenikmatan yang kuharapkan tercapai sudah. Aku benar-benar puas saat itu. Belum pernah kami bercinta sepanjang itu.